Sultan Iskandar Muda: Raja Besar dari Aceh yang Menggetarkan Dunia

Sultan Iskandar Muda, nama lengkapnya Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam, lahir sekitar tahun 1583 di Banda Aceh. Ia merupakan keturunan dari keluarga bangsawan Aceh dan memiliki darah raja dari kedua orang tuanya. Ayahnya adalah Tengku Muhammad, putra Sultan Abdul Jalil, dan ibunya adalah putri dari Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammal.

Pada masa mudanya, Iskandar Muda dikenal sebagai pemuda cerdas, berani, dan berjiwa kepemimpinan. Ia sempat diasingkan karena konflik internal keluarga kerajaan, namun kemudian kembali ke Aceh dan berhasil merebut kekuasaan pada tahun 1607 setelah menggulingkan Sultan Ali Riayat Syah III.


Masa Pemerintahan (1607–1636)

Naiknya Iskandar Muda ke takhta menandai era keemasan Kesultanan Aceh Darussalam. Dalam waktu singkat, ia mengonsolidasikan kekuatan dalam negeri dan memperkuat posisi Aceh sebagai kekuatan besar di Asia Tenggara.

Iskandar Muda memperluas wilayah kekuasaan Aceh ke berbagai daerah di Sumatra dan Semenanjung Malaya. Ia menaklukkan Pahang, Kedah, Johor, hingga sebagian Riau. Keberhasilannya ini membuat Aceh menguasai jalur perdagangan rempah-rempah di Selat Malaka, sekaligus menjadi pesaing langsung Portugis di Melaka.

Armada laut Aceh menjadi salah satu yang terkuat di Asia pada masa itu, dikenal dengan kapal-kapal besar dan meriam yang didatangkan dari Turki Utsmani.

Di bawah Iskandar Muda, Banda Aceh tumbuh menjadi pelabuhan dagang penting yang dikunjungi oleh pedagang dari Gujarat, Persia, Arab, Turki, bahkan Belanda dan Inggris. Aceh menjalin hubungan diplomatik dengan kekuatan besar dunia, termasuk Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman), Kesultanan Mughal India, dan Kesultanan Maroko.

Iskandar Muda mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan syiar Islam. Ia mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan mengundang ulama besar ke Aceh, seperti Syekh Hamzah Fansuri dan Syekh Nuruddin ar-Raniri. Pada masa ini, Aceh menjadi pusat studi Islam penting di Asia Tenggara.

Ia juga menerapkan hukum Islam dalam sistem pemerintahan, dan memperkenalkan struktur hukum yang disebut Qanun Meukuta Alam – semacam undang-undang kerajaan.


Sultan Iskandar Muda wafat pada tahun 1636 dan dimakamkan di kompleks makam kerajaan di Banda Aceh. Ia digantikan oleh menantunya, Sultan Iskandar Tsani.

Meski setelah kematiannya Aceh mulai mengalami kemunduran politik, namun warisan kejayaan yang ia tinggalkan tetap hidup dalam memori kolektif rakyat Aceh. Hingga kini, nama Sultan Iskandar Muda diabadikan dalam banyak hal: dari bandara, universitas, hingga penghargaan militer tertinggi di Indonesia.


Sultan Iskandar Muda bukan hanya pahlawan Aceh, tetapi juga tokoh besar dunia Melayu yang menandai puncak kejayaan Aceh sebagai kerajaan maritim Islam. Kepemimpinannya yang tegas, pemikirannya yang maju, serta semangat jihad dan keadilan menjadikannya sosok inspiratif yang terus dikenang dalam sejarah Nusantara.

Scroll to Top