20 Tahun Pasca MoU Helsinki: Ekonomi Aceh Masih Bergantung, Kapan Mandiri?

Banda Aceh — Dua dekade telah berlalu sejak penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki pada 15 Agustus 2005 antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Perjanjian damai itu membuka babak baru bagi Aceh: era perdamaian, otonomi khusus, dan harapan kebangkitan ekonomi. Namun, setelah 20 tahun berjalan, capaian ekonomi Aceh masih jauh dari kata ideal.

🕊️ Awal Damai dan Ledakan Dana Rekonstruksi

Setelah konflik selama puluhan tahun dan tragedi tsunami 2004, Aceh mendapat suntikan dana besar dari pusat dan komunitas internasional. Program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-tsunami lewat Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) serta aliran dana otonomi khusus (Otsus) menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi, namun semu.

Pertumbuhan tersebut lebih banyak ditopang oleh belanja negara, bukan dari produktivitas sektor ekonomi rakyat. Ketimpangan pembangunan mulai terasa, terutama antara kota dan daerah pedalaman.

💼 Otsus: Berkah yang Jadi Ketergantungan

Mulai tahun 2008, Aceh menerima Dana Otsus sebesar 2% dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional selama 20 tahun. Dana ini menjadi andalan utama pembangunan daerah. Namun, bukannya menjadi modal kemandirian, Dana Otsus justru memicu ketergantungan yang besar. Hingga 80% APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh) berasal dari dana pusat.

Sektor ekonomi seperti pertanian, perikanan, dan industri pengolahan tidak berkembang signifikan. Sumber daya alam seperti kelapa sawit, gas, dan hasil laut belum memberi nilai tambah karena lemahnya hilirisasi.

📉 Pandemi dan Percepatan Penurunan

Pandemi COVID-19 menekan ekonomi Aceh dengan cukup berat. Sektor pariwisata lumpuh, UMKM terpuruk, dan belanja pemerintah makin terbebani. Tingkat kemiskinan tetap tinggi—bahkan Aceh menjadi provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Sumatera, yakni 15,64% pada 2024 (BPS). Angka ini jauh di atas rata-rata nasional.

Sementara itu, angka pengangguran dan rendahnya serapan tenaga kerja produktif memperparah tantangan sosial ekonomi.

🔄 Menjelang Akhir Dana Otsus, Di Mana Strategi Mandiri?

Dengan Dana Otsus akan berakhir pada 2027, Aceh dihadapkan pada pertanyaan krusial: bagaimana masa depan ekonomi tanpa suntikan dana besar dari pusat?

Pemerintah Aceh mulai mencari alternatif dengan mendorong ekspor seperti CPO ke India, mengaktifkan pelabuhan, memperkuat sektor maritim dan pertanian, serta membuka jalur investasi. Namun upaya ini masih terkendala birokrasi lambat, lemahnya regulasi daerah, dan kurangnya kesiapan SDM.

📊 Butuh Revolusi Ekonomi, Bukan Sekadar Program

Setelah 20 tahun damai, ekonomi Aceh membutuhkan transformasi menyeluruh: dari ekonomi birokratis ke ekonomi produktif. Kunci utamanya ada pada pembangunan manusia, reformasi tata kelola, industrialisasi SDA lokal, dan kemudahan investasi.

Tanpa langkah serius, Aceh berisiko kembali terperosok dalam ketertinggalan struktural meski sudah 20 tahun hidup dalam damai.

Scroll to Top